Anda pengunjung ke: Website counter
Selamat datang kawan

Selasa, 23 November 2010

Gunung Merapi Meletus

Aktifitas Merapi dan hujan abu


Beberapa waktu ini, di abad ini, Gunung merapi di Yogyakarta, sering kali batuk-batuk mengeluarkan lava dan awan panasnya. Kalau gak salah tahun 1996, 2004, 2006 dan sekarang pada tahun 2010. Setiap kali selalu membawa korban, baik nyawa manusia maupun harta benda.

Tahun 2010 ini, aktifitas merapi mulai tinggi lagi. Dan akhirnya memang benar-benar meletus dan erupsi. Dalam bencana ini, juru kunci merapi, Mbah Maridjan juga ikut meninggal karena menjadi sasaran amukan awan panas Gunung Merapi yang dijaganya, sesuai titah Sri Sultan HB IX. Bahkan boleh dikatakan, Gunung Merapi saat ini tidak hanya batuk saja, melainkan muntah-muntah.

Pada hari sabtu 30 Oktober 2010 dinihari, wilayah Sleman dan Yogyakarta penuh dengan abu vulkanik yang cukup tebal, nampaknya malam ada hujan abu. akibat letusan gunung Merapi. Bau belerang cukup menyengat. Selama hidup penulis, baru kali ini, mengalami hujan abu Merapi yang begitu tebal menyelimuti kota kami. Tak pelak aktifitas transportasi, ekonomi, pendidikan menjadi sedikit kacau. Banyak sekolah meliburkan siswa-siswinya hingga beberapa hari. Karena keadaan tidak memungkinkan untuk kbm. Dilihat dari mikroskop, abu vulkanik Gunung Merapi mengandung silica, bahan gelas yang berbentuk runcing, yang jika terhirup dengan volume yang banyak dan berkelanjutan akan merusak paru-paru manusia. Di jalan raya sendiri, debu-debua abu berterbangan terlibas kendaraan, akibatnya jarak pandang di jalan hanya sekitar 6 meter. Semua kendaraan berjalan pelan, untuk menghindari kecelakaan atau menabrak orang atau kendaraan lain di depannya

Abu sulit dibersihkan, jika disapu abu akan kembali lagi mengotori lingkungan, Jika keras, seperti campuran semen. Namun syukurlah, Tuhan memang maha baik, hujan lebat diturunkanNya untuk membersihkan abu vulkanik di wilayah Sleman dan Yogyakarta ini, sehingga rumah, pepohonan, dan jalanan menjadi bersih kembali.

Puncak letusan dan zona aman
Pada hari kamis, 4 November 2010, semenjak siang di Pandowoharjo, Sleman hujan abu rintik-rintik, sore mulai jam 16.43 hingga jam 19.00 an, hujan air bercampur abu. Seismograph tetap menunjukkan status awas Merapi, bahkan katanya jarum seismograph sering lepas karena hebatnya getaran merapi. Mulai kamis malam, merapi bergemuruh, awalnya seperti suara geludug ketika hujan, namun semenjak jam 23 malam suara gemuruhnya semakin besar dan menggelegar. Sekitar jam 00:00 Gn Merapi bergemuruh lama sekali, dan terdengar gelegar-gelegar besar seperti suara batu-batu besar jatuh yang menggelinding dari puncak merapi. Hati ini jadi khawatir. Jangan-jangan letusan kali ini akan eksplosif. Kendaraan dan keluarga sudah kami siapkan untuk mengungsi ke Yogya, jika keadaan tidak memungkinkan. Setelah terdengar gelegar besar, pada hari jumat 5 November, sekitar jam 01:00 dinihari, terjadilah hujan pasir yang cukup lebat, baunya menyengat seperti bau pasir hangus. Kami masih urung untuk mengungsi, karena menurut teman yang saat itu jadi mengungsi, di jalan banyak lalu-lalang kendaraan, dan keadaan gelap gulita, hamper tidak bias memandang ke depan karena hujan pasir menutupi kaca kendaraan. Untunglah banyak polisi dan relawan mau membersihkan kaca-kaca kendaraan mereka, katanya. Hujan pasir berlangsung sekitar 35 menit, setelah itu reda. Reda pula sedikit-demi sedikit suara gemuruh dan gelegar gunung itu, namun hujan abu rintik-rintik tetap berlangsung. Listrik padam pada pukul 2:47, menambah mencekam suasana. Namun Gunung Merapi sepertinya beristirahat setelah semalam memuntahkan isi perutnya. Kami tidak jadi mengungsi, kesempatan itu kami gunakan juga untuk beristirahat.

Dari kabar yang kami terima, Gunung Merapi mengalami letusan dan erupsi yang besar saat itu, melebihi letusan di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan ini mungkin yang terbesar di abad ini. Banyak desa di sekitar lereng merapi khususnya bagian selatan mengalami rusak parah diterjang awan panas (wedhus gembel), khususnya wilayah cangkringan, dan sekitar kali gendol. Di sekitar kali itu, lintasan awan panas bahkan mencapai radius 18 km padahal saat itu zona aman adalah 15 km. Akibatnya banyak nyawa manusia dan ternak melayang, dan harta benda penduduk musnah hancur dan porak poranda.

Zona aman bagi pengungsi dengan singkat berubah lagi menjadi 20 km. dan 300 meter dari bibir sungai yang berhulu dari Gn Merapi. Akibatnya jumlah pengungsi menjadi semakin banyak. Khusus di wilayah kami, Pandowoharjo, Sleman yang berjarak kurang lebih 20 km dari puncak merapi, kedatangan banyak pengungsi ditempatkan di balai desa, sekolah dasar pandowoharjo, beberapa rumah penduduk yang luas, kantor-kantor.

Akhirnya mengungsi juga
Jumat, 5 November 2010, sekolah dan kantor libur, di jalan banyak lalu lalang kendaraan membawa barang-barang dan pengungsi, ke tempat yang aman. Jalanan penuh abu, jarak pandang hanya sekitar 4 meteran saja. Ketebalan abu melebihi peristiwa tanggal 30 Oktober. Bahkan tidak hanya abu saja, melainkan pasir vulkanik juga sangat tebal.

Kesempatan tersebut kami gunakan bersama beberapa warga (lebih kurang 120 orang) untuk mengungsikan anggota keluarga ke kerabat masing-masing di tempat yang sekiranya lebih aman (ada yang ke Gn Kidul, Yogyakarta, Kulon Progo, dan bahkan luar kota). Hal ini untuk menghindari keadaan yang mungkin akan bertambah buruk dan untuk menenangkan hati anak-anak kami yang masih kecil agar tidak mengalami trauma. Kami sekeluarga mengungsi ke Yogyakarta, menerobos tebalnya abu yang berterbangan. Saudara, ada pula yang ke Bayat dan tempat lain di Yogyakarta. Selesai mengantar mereka, saya pulang kembali ke pandowoharjo untuk membersihkan rumah. Selama lebih kurang 10 hari kami mengungsi di Yogyakarta. Saya sendiri sering bolak-balik rumah untuk melihat keadaan. Ketika zona telah aman, kami kembali ke rumah dan beraktifitas seperti sedia kala.

Harapan dan keprihatinan
Saat tulisan ini dibuat, Merapi masih berstatus awas, dan kadang terdengar sesekali bergemuruh dan mengeluarkan awan panasnya, meski tidak seheboh beberapa waktu yang lalu. Banyak pengungsi di barak-barak yang juga sudah pulang. Namun juga masih banyak yang masih dalam pengungsian, terutama mereka-mereka yang kehilangan keluarga, rumah, dan harta bendanya keterjang keganasan awan panas gunung merapi. Semoga mereka mendapat kekuatan, berkat, dan ketabahan dalam menghadapi musibah ini. Barangkali ada hikmah dibalik semua itu. Semoga Tuhan menggantinya dengan pahala yang berkali lipat, karena mereka mampu mengatasi semua cobaan itu, karena bagaimanapun juga Tuhan itu tidak menghukum, melainkan maha pengasih dan penyayang bagi umatNya.

Disisi lain, rasa sedih dan prihatin, ketika mendengar berita: Disaat banyak orang menderita karena harus mengungsi, masih banyak orang yang “tega berbuat nista” dengan menjarah harta benda di rumah yang ditinggalkan para pengungsi, bahkan juga menjarah harta benda milik relawan yang berjasa membantu para pengungsi. Tetapi lebih sedih lagi ketika mendengar ada oknum-oknum pengungsi sendiri yang juga tega menjarah harta benda sesama pengungsi ataupun harta-benda milik orang-orang yang ditempatinya untuk mengungsi. Ditambah adanya bantuan yang dikorupsi dan ditimbun oleh oknum tertentu, atau kurang merata dan kurang maksimal dalam menangani para pengungsi ini dari pihak-pihak yang seharusnya memikirkannya.